JAKARTA, KOMPAS.com – Suasana kontras keramaian antarlantai dasar dan area atas di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, cukup menggelitik.
Sebab, lalu-lalang pembeli di lantai dasar yang memenuhi lorong-lorong toko tak ditemui di lantai dua dan tiga.
Seorang pedagang kemeja di lantai tiga bernama Roni (37) membenarkan kondisi yang berbanding terbalik itu.
“Iya (sepi di atas). Memang lebih ramai lantai dasar yang ada bazaar,” kata Roni saat dihampiri Kompas.com, Jumat (22/9/2023).
Roni mengungkapkan, kondisi sepi pengunjung itu telah dirasakannya sejak awal tahun.
Bahkan hingga saat ini, dia merasa penjualannya semakin menurutn.
“Awal tahun lah (mulai sepi) sampai sekarang. Sudah dua bulan terakhir berasa banget semakin turun,” ungkap dia.
Hal sama diutarakan oleh Meylan (27) yang pasrah dengan keadaan toko yang sepi. Selama beberapa bulan terakhir, dia merasakan bagaimana tak mendapat pembeli sama sekali selama dua minggu.
“Ini baru mau coba (jualan) online. Pasang katalog di Instagram terus bisa pesan lewat WhatsApp. Toko yang sebelah soalnya juga jualan online enggak begitu oke (penjualannya),” tutur Meylan.
Roni dan Meylan sama-sama berpendapat, penjualan melalui e-commerce dan barang-barang impor yang dibanderol dengan harga murah menjadi sejumlah faktor penyebab sepinya pengunjung.
“Saya kan jualan ecer. Dulu sehari paling rendah Rp 1 juta. Sekarang dapat Rp 500.000 saja sudah bersyukur banget,” tutur Roni.
Meylan menceletuk hal serupa terkait penurunan omzet. Bagi dia, omzetnya menurun drastis.
“Sejauh itu parah. Bahkan sampai kayak aku di bulan ini sampai ada enggak sale satu-dua minggu,” timpal dia.
Keduanya berharap, keadaan bagi para pedagang bisa secara membaik.
Namun, menurut Roni, penutupan sosial media Tiktok yang notabene digunakan pedagang untuk berjualan melalui fitur siaran langsung bukanlah solusi.
“Ada lah pengaruh (sepi akibat Tiktok Shop), tapi enggak dominan. Kan (penjualan) online ini dari 2015 sudah mulai ramai,” ujar Roni.
“Lebih bagus kalau Pemerintah mementingkan dari segi UMKM. Apa sih, kekurangan? Apa yang bisa diberdayakan dan dikembangkan dari kami?” lanjut dia.
Roni menambahkan, Pemerintah seharusnya juga lebih meninjau terkait kebijakan barang impor yang beredar di Indonesia.
Pedagang lantai bawah relatif “aman”
Berbeda dengan Yanti (40), pedagang toko baju kebaya di lantai dasar. Yanti tidak merasa tokonya sepi pembeli.
Menurut dia, kondisi banyaknya pembeli yang datang akhir-akhir ini mulai membaik.
“Dari mulai Sabtu-Minggu pasti ramai. Kalau weekday, standar, kadang ramai kadang enggak,” kata Yanti.
“Tapi kami enggak sampai banget enggak, ini sudah mulai stabil lagi,” celetuk dia.
Selain membuka toko secara luring di Thamrin City, Yanti juga menjajakan jualannya melalui Instagram.
Sejumlah katalog kebayanya diunggah dan pembeli bisa melakukan pemesanan melalui WhatsApp.
“Kami banyak juga orderan dari luar toko, pesanan buat seragam saja alhamdulillah. Omzetnya lumayan, lah,” kata Yanti sambil tersenyum.
Meski turut mengalami penurunan penjualan, Yanti merasa omzetnya masih di batas aman.
“Aku paling besar dapat Rp 110 juta, turun-turun paling sekitar Rp 60 juta waktu agak sepi, lalu kadang Rp 80 juta. Enggak yang drastis banget. Enggak rugi, alhamdulillah,” lanjut dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Thamrin #City #Kini #Cuma #Ramai #Lantai #Dasar #Pedagang #Lantai #Atas #Menjerit
Klik disini untuk lihat artikel asli