KOMPAS.com – Keindahan batik Kudus diantar pulang kembali ke Kota Kretek lewat tangan kreatif Denny Wirawan.
Desainer kenamaan itu menggelar pagelaran busana bertajuk Sandyakala Smara pada Rabu, (6/9/2023) di jantung Kota Kudus, menandai sewindu kolaborasinya dengan Bakti Budaya Djarum Foundation.
Setidaknya 70 look ditampilkan, seluruhnya sarat nuansa peranakan yang juga dipengaruhi budaya Nusantara dan Eropa, sebagai bagian masyarakat Kudus di masa lampau.
Dengan ciri khas kebaya encim dan kain batik Kudus di era 1930 sampai 1950-an, Denny Wirawan membuktikan kekayaan wastra Nusantara ini bisa begitu luwes dan serbaguna.
Ia membagi koleksinya menjadi tiga bagian berbeda, dengan karakter dan gaya berbeda tapi sama menawannya.
Bagian pertama, Mahajana menampilkan padu padan batik Kudus yang lebih tradisional, dengan kebaya dan baju kurung, berwarna putih, nude dan rona pastel lainnya.
“Saya tidak menggunting sama sekali karena mau menonjolkan kainnya, ada cheongsam modifikasi tapi esensinya peranakan makanya ada baju kurung, umumnya loose,” ujar Denni Wirawan, dalam jumpa media setelah acara tersebut.
Ciri khas karyanya yang anggun dan glamor tetap ditunjukkan, berupa kebaya putih dengan veil panjang dan baju kurung berpotongan structured dengan detail payet yang begitu atraktif.
Koleksi yang tampil di bagian kedua, Asmaradana, mengusung konsep aplikasi batik Kudus dengan inspirasi era kebangkitan industri di Tiongkok tahun 1920-an tapi dibuat menjadi busana yang lebih modern.
“Ready to wear, busana yang simple, party tapi light, menekankan kalo batik Kudus juga bisa dipakai dengan gaya kekinian,” terang Denny.
Atasan cheongsam dijadikan kanvas utama tapi dengan pengolahan kekinian seperti gaun dan crop top dengan lekukan yang memesona, seperti koleksi yang diperagakan Indah Kalalo.

Ada pula celana berpotongan lebar, outer untuk pria, full skirt berpinggang tinggi dan pantalon.
“Saya menerapkan teknik aplikasi mix motif tapi tetap didominasi batik utuh namun tidak ribet supaya orang tetap kenal dengan batiknya,” ujar desainer yang telah berkiprah di dunia mode selama 25 tahun ini.
Koleksi Batik Kudus Sandyakala Smara yang tampil di bagian ketiga yakni Layar Sutera adalah perjalanan kembali ke masa lalu negeri Tiongkok di era kerajaan.
Tampilannya jauh lebih dramatis dan spektakuler, dengan keindahan motif-motif khas Tiongkok di atas kain batik Kudus.
Koleksi ini termasuk siluet gaun malam yang mewah, long dress, mantel panjang, cape, tangan kimono serta akses bordir, payet, dan detail tiga dimensi yang menambah pesona adibusana tersebut.
Kemegahannya makin ditonjolkan dengan aksesori EPA Jewel berupa cincin, gelang, anting-anting, kalung hingga mahkota yang dipakai para model, termasuk Catherine Wilson saat melenggang di catwalk.

Dalam seluruh koleksinya ini, Denny Wirawan menampilkan motif flora dan fauna khas peranakan, seperti naga, phoenix, awan, burung Hong, kupu-kupu, ayam, bunga krisan, asteria, lotus, dan peonie.
Detail ini sekaligus menjadi ciri khas utama batik Kudus, dibandingkan daerah pesisir penghasil wastra Nusantara lainnya seperti Pekalongan atau Lasem.
“Batik Kudus itu meriah, flora fauna, kapal, jangkar, kaligrafi, semua ada karena sesuai dengan unsur budaya di sini yang begitu dinamis,” terang Denny.
Karya terbarunya yang dibuat selama tiga tahun ini juga begitu kaya warna, baik rona pastel maupun unsur tradisional Tiongkok yang lebih kuat seperti merah, kuning dan hijau.

Koleksi Sandyakala Smara ditampilkan perdana ke publik tepat dengan latar keindahan matahari terbenam di kota pesisir itu, selaras dengan maknanya yakni ‘goresan cinta di langit merah’.
Selain itu, dilatarbelakangi pula dengan keelokan Yasa Amrta, rumah adat Kudus yang juga pertama kalinya diresmikan.
Karya arsitektur ini berupa Joglo Pencu yang seluruhnya terbuat dari kayu jati yang diukir sedemikian rupa dengan makan filosofisnya sendiri.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengatakan rumah antik itu dibangun tanpa menggunakan paku sama sekali.
“Tidak ada pakunya, jadi itu dirakit dengan disambung, knock down,” terangnya, dalam momen yang sama.
Rumah adat Kudus ini juga memiliki hiasan utama di bagian atapnya berbentuk daun tembakau, sesuai identitasnya sebagai Kota Kretek.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Koleksi #Sandyakala #Smara #Denny #Wirawan #Merayakan #Pulangnya #Batik #Kudus #Kota #Kretek
Klik disini untuk lihat artikel asli