KOMPAS.com – Jembatan lengkung bentang panjang atau longspan di lintasan light rail transit atau LRT Jabodebek yang berada di persimpangan Jalan HR Rasuna Said dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, belakangan ini jadi sorotan.
Longspan LRT Jabodebek disebut salah desain lantaran memiliki kemiringan tajam dan terlalu sempit. Akibatnya, kereta LRT yang melintas harus berjalan sangat pelan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan desain yang ada saat ini merupakan pilihan yang tepat, baik dari sisi ekonomi maupun konstruksi.
Pasalnya, longspan yang panjang tanpa tiang tambahan justru akan membuat LRT jauh lebih efisien. Ini karena posisinya berada di atas jalan tol dan jalan protokol.
“Dari sisi ekonomi, ini pun lebih ekonomis dibandingkan harus bangun tiang. Ataupun memperbesar ruang bagi LRT,” ujar Arya dikutip pada Jumat (4/8/2023).
Jembatan bentang terpanjang di Indonesia
Sebagai informasi, jembatan lengkung LRT itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota yang berada di ruas Kuningan, Jakarta Selatan, dan membentang sepanjang 148 meter.
Longspan LRT Jabodebek ini memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688,8 ton. Karena panjang dan rancangannya yang begitu presisi, lengkung LRT itu sempat menuai pujian.
Bahkan, lengkung LRT tersebut juga diganjar rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) karena berhasil membuat jembatan terpanjang di Indonesia bahkan mungkin di dunia, terlebih kontruksinya dikerjakan oleh para engineer anak bangsa.
Kontraktor dari lengkung LRT ini adalah BUMN Karya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Proses pembangunannya dilakukan dengan metode balanced cantilever.
Ini artinya, strukturnya dibangun dengan memanfaatkan efek keseimbangan yang membuat struktur dapat berdiri dan menahan beban sangat berat tanpa ditopang penyangga sementara.
Dengan memanfaat efek keseimbangan ini pula, maka selama pembangunan lengkung LRT, tidak membutuhkan pier tiang penyangga di tengah.
Terlebih penggunaan pier tidak memungkinkan karena lengkung LRT ini berdiri tepat di atas jalan Tol Dalam Kota dan jalan protokol di bawahnya sehingga sangat sempit. Dari sisi estetika, penggunaan tiang di tengah-tengah juga dinilai kurang bagus.
Proses konstruksi lengkung LRT ini adalah menggunakan box girder beton yang memiliki ciri khas berongga pada bagian dalamnya.
Dengan perhitungan yang sangat presisi, box girder ini kemudian dipasang dari kedua sisi hingga kemudian bisa bertemu atau saling menyambung di tengah atau tepat di atas jalan tol.
Arya menegaskan, pihaknya tidak menampik jika ada konsekuensi dari efisiensi ini, yaitu kereta harus bergerak lebih lambat saat melewati lengkungan tersebut.
Meski begitu kata dia, kerugian dari sisi waktu pun tidak terlalu besar lantaran lintasan longspan itu tidak terlalu panjang yakni hanya 148 meter.
“Jadi dari sisi waktu tidak merugikan dan jika membangun tiang-tiang di tengah, maka akan jauh lebih mahal,” kata Arya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Jembatan #Lengkung #LRT #Dibuat #Tanpa #Tiang #Supaya #Lebih #Ekonomis
Klik disini untuk lihat artikel asli