JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito buka suara terkait gugatan yang dilayangkan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Adapun gugatan itu terkait pengawasan BPOM terhadap obat sirup yang mengandung cemaran maupun zat murni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menjadi penyebab gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak.
“Ya, enggak apa-apa. Silakan saja (ajukan) gugatan itu, tetapi kami belum mendengar,” kata Penny usai konferensi pers di Gedung BPOM Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).
Penny menyatakan, lembaga yang dipimpinnya akan mendapat pendampingan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Penny melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Gedung Kejagung, Jakarta pada Rabu (16/11/2022).
BPOM akan didampingi Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung saat menghadapi gugatan terkait kasus gagal ginjal akut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Ya, iyalah pasti (didampingi Kejagung), karena kejaksaan kan, lawyer-nya pengacara negara. Dia akan mendampingi BPOM,” ucap Penny.
Penny juga menyatakan, gugatan yang dilayangkan KKI ke PTUN itu salah. Dia menilai KKI tidak paham dengan cara kerja pengawasan BPOM.
Sebab, kasus gagal ginjal akut adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Distributor kimia yang memasok bahan baku oplosan tidak pernah mendapat sertifikat cara distribusi obat yang baik (CDOB) dari BPOM. Bahan baku oplosan ini merupakan perbuatan ilegal di luar pengawasan BPOM.
“Tapi salah sekali ya melakukan gugatan ke PTUN itu, karena tidak paham mereka. Salah sekali,” kata Penny.
Sebelumnya diberitakan, Komunitas Konsumen Indonesia menggugat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta terkait kasus obat sirup.
Gugatan itu dilayangkan pada 11 November 2022 dan telah diregister dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing menganggap bahwa BPOM RI telah melakukan perbuatan melawan hukum penguasa dan menilai lembaga tersebut melakukan sejumlah pembohongan publik.
“Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada tanggal 19 Oktober 2022 BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG (etilen glikol/dietilen glikol) namun pada tanggal 21 Oktober 2022 malah BPOM RI merevisi 2 obat dinyatakan tidak tercemar,” ujar David dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (14/11/2022).
“Kedua, pada tanggal 22 Oktober 2022, BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar, kemudian pada tanggal 27 Oktober 2022 menambah 65 obat sehingga 198 obat diumumkan BPOM RI tidak tercemar EG/DEG. Namun di tanggal 6 November 2022 justru malah dari 198 sirup obat, 14 sirup obat dinyatakan tercemar EG/DEG,” kata dia.
Menurut dia, langkah BPOM itu membahayakan. David juga menganggap BPOM tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran obat sirup dengan baik.
Ia menyayangkan pengawasan BPOM justru “dilimpahkan” kepada industri farmasi.
Ia beranggapan bahwa kebijakan itu melanggar asas umum pemerintahan yang baik, yaitu asas profesionalitas.
“Badan publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diaerahkan ke industri farmasi,” ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Digugat #PTUN #BPOM #Silakan #Saja #tetapi #Itu #Salah #Sekali #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli