JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker (Kampak) Merry Patrilinilla Chresna meminta pemerintah memberi regulasi yang jelas soal pemberian obat sirup pada anak.
Sebab, tidak semua obat sirup mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan diatilen glikol (DEG) yang diduga sebagai pemicu gagal ginjal akut pada anak.
Ia mengaku para apoteker kebingungan, sebab banyak orang tua yang mengeluh sulit mengobati anaknya dengan obat berbahan puyer.
“Tidak semua anak mau menerima (puyer), kadang dimuntahkan kembali, obat enggak masuk, dan anak enggak sembuh-sembuh,” tutur Merry dalam rapat bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/11/2022).
“Karena sirup bisa ditambah bahan lain sehingga rasanya lebih acceptable oleh anak-anak. Berbeda dengan puyer, dan ini jadi trouble, ibu-ibu jadi resah dan banyak mengeluh pada kami,” paparnya.
Di sisi lain, tak jelasnya regulasi pada pbat sirup yang tak ditarik membuat apoteker dilematis dalam memberi pelayanan pada masyarakat.
Terlebih di awal kasus gagal ginjal akut merebak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menarik semua peredaran obat sirup di pasaran.
Hal itu membuat banyak pihak mulai dari pemerintah daerah sampai kepolisian melakukan sidak ke apotek untuk menyita, dan mengawasi peredaran obat sirup.
Kondisi tersebut, lanjut Merry, membuat apoteker ketakutan jika harus memberikan obat sirup pada anak.
“Ketika kami mau layankan, khawatir ternyata dianggap sebuah kesalahan. Padahal secara keilmuan kami bertanggung jawab. Profesi kami sudah disumpah,” ucapnya.
Ia pun memandang informasi Kemenkes serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap tak sama soal daftar obat yang dilarang.
Hal itu kian membingungkan para apoteker dan masyarakat. Sehingga memunculkan stigma bahwa semua obat sirup berbahaya dan tak layak dikonsumsi.
“Belum ada sampai saat ini surat edaran tertulis bahwa di luar beberapa item obat yang di re-call itu kami diperbolehkan, diizinkan melayankan pada pasien,” tandasnya.
Diketahui hingga kini belum ada otoritas yang merasa bertanggung jawab atas penyakit gagal ginjal akut yang telah menewaskan 195 anak.
Ketua BPOM Penny K Lukito mengungkapkan telah menemukan cemaran bahan baku propilem glilok dengan cemaran etilen glikol mencapai 99 persen milik CV Samudra Chemical.
Padahal ambang batas cemaran etilen glikol dan dietilen glikol adalah 0,1 miligram per mililiter.
Namun, ia mengklaim BPOM tidak bisa bertanggung jawab atas cemaran tersebut karena industri itu tak pernah mendapatkan izin pemenuhan cara distribusi obat yang baik (CDOB).
“Bukan tanggung jawab BPOM melakukan pengawasan karena industri tersebut tidak pernah mendapat izin terkait pemenuhan CDOB,” sebut Penny di Tapos, Depok, Rabu (9/11/2022).
Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pengawasan obat-obatan bukan kewenangan instansinya.
Pengawasan itu tetap menjadi tanggung jawab utama dari BPOM.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Minta #Pemerintah #Buat #Regulasi #Jelas #soal #Pemberian #Obat #Sirup #Persatuan #Apoteker #Banyak #Ibu #Mengeluh #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli