KOMPAS.com – Ruang digital menjadi salah satu kebutuhan sekunder bagi anak-anak saat ini, tetapi orangtua harus waspada, karena ruang digital terutama media sosial juga bisa berdampak negatif pada anak-anak Anda.
Ruang digital semakin dibutuhkan ketika anak-anak diharuskan untuk belajar dari rumah, karena pandemi Covid-19.
Namun seiring dengan perkembangan teknologi, ruang digital dan berbagai platform media sosial turut mempengaruhi pola pikir, serta pola tingkah laku anak-anak yang dalam kesehariannya tidak lepas dari gadget.
Bahkan, pada keadaan terburuknya, bisa saja anak-anak tanpa pengetahuan atau literasi digital yang cukup menjadi korban dari kejahatan di media sosial, seperti penipuan, pembully-an, kekerasan seksual, pelecehan dan lain sebagainya.
Pakar sekaligus Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Dr Firman Kurniawan S mengatakan, media sosial sebagai perangkat komunikasi, dapat memanipulasi penggunanya.
“Ini terjadi akibat tampilannya yang tak sesempurna media tatap muka,” kata Firman kepada Kompas.com, Sabtu (4/6/2022).
Menurutnya, pada komunikasi secara tatap muka, hal-hal yang mengancam, berisiko, mencurigakan dapat segera dikenali. Tetapi pada komunikasi dengan medium sosial, hal tersebut bisa disamarkan, bahkan tak tampil sama sekali.
Terlebih ketika yang menangkap pesan adalah anak-anak yang pengalaman komunikasinya masih minim.
“Tentu hal hal manipulatif sangat mudah dikemas,” ujarnya.
Oleh karena itu, penting sekali orangtua mengetahui batas minimal anak boleh bermain di ruang digital dengan bebas atau tanpa pengawasan. Dan bagaimana cara yang baik untuk mengawasi kegiatan anak di ruang digital, terutama media sosial.
Batas minimal usia anak boleh bermain media sosial
Sebelum mengetahui tips untuk mengawasi anak-anak dalam berselancar di ruang digital dan media sosial, Firman mengatakan, penting sekali bagi orangtua tahu batas minimal usia seorang anak bisa diperbolehkan bermain digital, dengan dan tanpa pengawasan.
Firman menjelaskan, bahwa sebenarnya setiap media sosial ada batas minimal umur pemakainya.
“Rata-rata 13 tahun. Ada yang 17 tahun,” kata Firman.
Dilansir dari Antara edisi 16 April 2021, hasil riset Neurosensum Indonesia Consumers Trend 2021” Soscial Media Impact on Kids menunjukkan bahwa 87 persen anak-anak di Indonesia sudah dikenalkan media sosial sebelum mengunjak usia 13 tahun.
Lalu secara rata-rata, anak Indonesia mengenal media sosial di usia 7 tahun. Hasil ini didapatkan oleh Neurosensum dari survei yang dilakukan kepada 269 responden (52 persen pria dan 38 persen wanita) di 4 kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya.
Menurut Firman, adanya batas minimal penggunaan media sosial itu sangat wajar dilakukan, karena relasi yang terjadi di media sosial dapat dilakukan oleh siapa saja.
Dengan begitu, pada prinsipnya konten-konten yang beredar di lingkup digital atau media sosial tidak berlaku untuk semua umur.
Demikian juga sifat relasi yang terjadi di media sosial, mulai dari relasi sederhana, sekadar menanyakan tugas sekolah, sampai relasi kompleks seperti asmara atau transaksi ekonomi di kalangan orang dewasa.
Firman juga menyebutkan, media sosial sebagai perangkat komunikasi, dapat memanipulasi penggunanya.
Ketika seseorang sudah memasuki usia 18 tahun, maka orangtua diperbolehkan untuk memberikan ruang bebas bagi mereka dalam bermain digital media sosial dengan tetap menekankan pentingnya bijak dalam bermedia sosial.
Tips mengawasi anak di ruang digital media sosial
Firman memberikan saran beberapa hal yang perlu dilakukan para orangtua ketika anak-anaknya sudah mulai terbiasa bermain di ruang digital media sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa tips di bawah ini bisa Anda terapkan, untuk menjaga anak dari risiko potensi kejahatan di media sosial yang bisa menimpa anak Anda.
1. Membangun etika
Tips pertama dari Firman yaitu orangtua harus membangun etika. Di mana hal-hal yang berlaku dalam komunikasi di dunia nyata, juga berlaku di medium digital.
Termasuk di dalamnya mengenai bagaimana berekspresi yang santun, menyatakan perbedaan pendapat, memberikan penilaian baik maupun buruk.
2. Edukasi motif pengguna media sosial
Hal yang harus diwaspadai dan harus diberikan pemahaman kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun dalam bermain media sosial ,adalah mengenai berbagai spektrum motif pengguan media sosial tersebut.
Spektrum motif pengguna media sosial itu, bisa berupa motif mengandalkan media sosial dalam hal-hal yang baik, tapi sangat mungkin ada oknum yang bermain media sosial dengan motif yang buruk.
“Orangtua harus memperkenalkan modus-modus pengguna yang bermotif buruk dan keharusan untuk menghindarinya,” jelasnya.
3. Berikan pemahaman mengenai realitas dunia nyata dan dunia digital
Seperti yang diketahui, banyak sekali anggapan bahwa terlalu asik dengan dunia digital bisa saja membuat seseorang lupa dengan realitas yang terjadi di dunia nyata.
Firman mengingatkan, agar orangtua memberikan edukasi pada anak-anak supaya mereka menyadari dan selalu ingat bahwa ada jarak antara realitas dunia nyata dengan dunia digital.
Ingatkan mereka, supaya sadar mengenai apa yang ditampilkan di dunia digital bertendensi menampilkan hal hal yang terlihat baik, yang dalam kenyataannya belum tentu seperti yang terlihat.
“Tanamkan pada anak jangan tertipu, dan juga jangan memalsukan diri di medium digital,” jelasnya.
4. Dampingi anak dalam berelasi
Seperti yang dijelaskan di atas, sifat relasi yang terjadi di media sosial itu sangat beragam, mulai dari relasi sederhana, sekedar menanyakan tugas sekolah, sampai relasi kompleks seperti asmara atau transaksi ekonomi di kalangan orang dewasa.
“Selalu dampingi anak dalam berelasi media digital sampai mereka cukup matang menggunakannya,” tegasnya.
Hal ini perlu dilakukan, agar anak-anak tidak terjebak dalam relasi dengan motif buruk yang dibangun di media sosial.
5. Batasi screen time
Saran terakhir yang disebutkan Firman, yaitu orangtua harus membatasi anak-anak usia di bawah 18 tahun bermain di ruang digital, terutama media sosial.
“Batasi screen time, sejam sehari, dua jam sehari ditampilkan, boleh meningkat seiring kebutuhan dan pertambahan kematangannya,” jelasnya.
Ia menekankan, agar orangtua juga berusaha untuk mengajak dan menemani anak belajar untuk selalu menyeimbangkan kehidupan yang ditampilkan di platform media sosial dan dengan kehidupan nyata.
Keseimbangan ini diperlukan, agar anak-anak tidak bingung antara kehidupan nyata dan kisah atau kehidupan di dunia maya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Tips #Mencegah #Anak #Terjebak #dalam #Relasi #Buruk #Media #Sosial #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli