KOMPAS.com – Royal Philips kembali mengumumkan temuan studi di bidang kesehatan dalam Future Health Index (FHI) 2020.
Di tahun kelimanya, FHI mengangkat judul ‘Era Kesempatan: Memberdayakan generasi penerus untuk mengubah dunia pelayanan kesehatan’.
Riset yang mencakup 3.000 responden yang berasal dari 15 negara dari seluruh dunia ini, menggambarkan sistem kesehatan menjelang krisis pandemi Covid-19 secara realistis.
Survei tahun ini, menjadi studi pertama yang mengangkat tentang generasi muda tenaga kesehatan profesional yang berusia di bawah 40 tahun.
Studi ini menunjukkan dedikasi dan komitmen generasi muda tenaga kesehatan, dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di tengah pandemi dan menyoroti pengalaman serta tantangan yang menunjukkan perlunya perubahan lebih besar dalam pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan digital.
Dengan fokus dan investasi negara-negara Asia-Pasifik menuju digitalisasi layanan kesehatan, tenaga kesehatan muda lebih yakin pada potensial data dan teknologi, untuk meningkatkan pengalaman mereka dan pasien yang mereka rawat.
Mereka melihat manfaat teknologi kesehatan, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan telehealth untuk mentransformasi layanan kesehatan, terutama selama pandemi.
Hampir 9 dari 10 (87%) setuju, bahwa teknologi kesehatan digital yang tepat memiliki potensi menurunkan beban kerja mereka.
Sementara itu, 77% mengatakan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan pengalaman pasien, dan 76% mengatakan bahwa adopsi teknologi kesehatan digital dapat menurunkan tingkat stres yang mereka alami.
Untuk Indonesia, teknologi seperti ini dapat menjadi pilar transisi skala besar menuju teknologi pelayanan kesehatan berbasis digital.
Caroline Clarke, Market Leader Philips ASEAN Pacific mengatakan, Covid-19 telah mengungkap celah dan peluang untuk perubahan dalam pelayanan kesehatan.
Menurutnya, hal yang perlu digaris bawahi adalah memelihara dan memberikan dukungan, platform dan adopsi teknologi digital yang memadai untuk memberdayakan para tenaga kesehatan, agar dapat bekerja lebih efektif demi masa depan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
“Kabar baiknya, laporan FHI 2020 menunjukkan, bahwa para tenaga kesehatan muda sudah percaya dengan peran teknologi, dalam meningkatkan kinerja mereka dan hasil perawatan pasien,” ujar Caroline dalam Media Interview FutureHealth Index 2020 beberapa waktu lalu.
“Artinya, ada kesempatan besar untuk mempercepat adopsi teknologi digital,” lanjutnya.
Selain itu, keberadaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), big data, dan inovasi dalam smart patient monitoring (teknologi pintar untuk memonitor pasien) menawarkan kesempatan meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan kesehatan.
Seperti selama pandemi ini, percepatan adopsi telemedis digunakan tidak hanya untuk memperluas jangkauan pelayanan ke luar rumah sakit untuk pasien, tetapi sekaligus mengurangi risiko infeksi pada petugas kesehatan dan pasien.
Dr. Nurhuda Hendra Setyawan, dokter spesialis radiologi muda di RSUP Sardjito Yogyakarta, menyoroti bagaimana percepatan adopsi teknologi digital dapat mempermudah pekerjaan tenaga kesehatan yang semakin menumpuk.
Terlebih saat ini, beberapa rumah sakit menerapkan sistem shift untuk menurunkan potensi terpapar virus Covid-19.
“Di saat kita harus membatasi kontak dengan pasien dan rekan tenaga kesehatan lainnya, teknologi pelayanan kesehatan digital seperti telehealth dan telemedis dapat sangat membantu pekerjaan kami,” kata Nurhuda.
“Seperti distribusi beban kerja layanan radiologi kepada tenaga kesehatan yang tidak harus datang langsung ke rumah sakit,” imbuhnya.
Apalagi, di Indonesia saat ini sedang kekurangan jumlah tenaga kesehatan, dengan rasio pasien dan dokter pada 0.4:10.000, sangat jauh dibandingkan angka rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1:1000.
Sejalan dengan kebutuhan akan layanan kesehatan yang terus bertumbuh, terdapat potensi untuk mendorong upaya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan dengan memahami pengalaman mereka yang ada saat ini.
Selain itu, pemanfaatan inovasi sangat penting untuk membantu para tenaga kesehatan membangun keterampilan tambahan di era digital, untuk hasil perawatan pasien yang lebih baik.
“Dari pengamatan saya di lingkungan sekitar, tenaga kesehatan muda lebih banyak menggunakan teknologi dalam menjalankan pekerjaannya. Mereka juga terbuka terhadap ide-ide baru dan pandangan berbeda, dan tertarik terhadap kesempatan berkolaborasi multidisipliner,” tambah dr. Nurhuda.
Sejalan dengan digitalisasi perawatan kesehatan, sayangnya tenaga kesehatan di Asia-Pasifik merasa tidak dipersiapkan berhadapan dengan data.
Bahkan hampir setengah partisipan riset (47%) mengatakan, bahwa pendidikan kedokteran yang mereka tempuh hanya mempersiapkan sedikit atau sama sekali tidak mempersiapkan mereka berhadapan dengan aspek-aspek data pekerjaan mereka, seperti analisis atau menginterpretasi data.
Meski begitu, 51% mengatakan mereka terus menerima pelatihan di rumah sakit atau tempat mereka praktik untuk menutup kesenjangan keterampilan terkait data.
Setidaknya, setengah (56%) tenaga kesehatan di Asia-Pasifik percaya mereka dapat mendorong perubahan dalam manajemen rumah sakit.
#Dokter #Muda #Akui #Teknologi #Digital #Memudahkan #Layanan #Kesehatan
Klik disini untuk lihat artikel asli