Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dan saat ini Indonesia sedang memainkan peran utama strategis dalam industri nikel global. Berdasarkan data statistik Kementerian ESDM bulan september 2019, Indonesia menempati peringkat pertama dalam cadangan bijih nikel terbesar di dunia yaitu sekitar 32,7% lalu di urutan selanjutnya Australia 21,5%, Brazil 12,4% lalu Rusia, Kuba, Filipina, dan Afrika Selatan. Nikel yang dulunya dianggap sebagai logam pengotor pada tembaga kemudian pada akhirnya menjadi suatu logam tersendiri yang memiliki nilai sangat tinggi.
Mungkin untuk kebanyakan masyarakat Indonesia belum mengetahui apa itu nikel, Produksi nikel indonesia memiliki kualitas high grade dimana kualitas tersebut adalah yang paling dicari oleh pasar global dan memiliki nilai tinggi, sedangkan kandungan nikel tersebut bisa kita temui di kehidupan sehari-hari, dari mulai sendok dan garpu, baterai smartphone maupun komponen pesawat terbang serta perangkat elektronik.
Dengan Nikel memiliki nilai tinggi dan Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia baru – baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2020. Apa saja sih yang dibahas di permen tersebut? dan apa dampaknya bagi investasi di Indonesia?
Menurut Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2020 bahwa harga patokan penjualan mineral logam dan batubara harus ditetapkan dan diatur sebagaimana mestinya, peraturan menteri tersebut adalah perubahan ke-3 dari Peraturan Menteri ESDM No.7 Tahun 2017. Dengan adanya peraturan menteri tersebut segala sesuatu halnya baik dari HPM (harga patokan mineral), kewajiban royalti, dan PPh sudah ditetapkan.
Dengan diberlakukannya peraturan menteri tersebut apakah para investor akan tetap silih berdatangan di Indonesia?
Pada dasarnya Indonesia sangatlah membutuhkan Investor, baik dari Luar Negeri maupun dari Dalam Negeri, hal ini diperlukan agar proses percepatan pembangunan nasional bisa terlaksana dengan baik. Dengan hadirnya Investor ini banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh bagi Indonesia seperti membiayai pembangunan nasional, peningkatan ekspor, penyerapan tenaga kerja, lalu bisa menjadikan Indonesia lebih kompetitif di pasar global, transfer teknologi yang berujung pada peningkatan kualitas sdm, mempercepat upaya expansi ke pasar global, know-how, meningkatkan produktivitas, agar negara dapat menikmati kemajuan ekonomi dan teknologi untuk mengembangkan potensi yang menarik investasi yang berorientasi ekspor sebagai negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia.
Dengan adanya Investor pastinya sangat mengharapkan opportunities harga yang baik agar bisa bersaing dengan para pengusaha-pengusaha lainnya dan mendapatkan untung tentunya.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2020 bahwa harga patokan penjualan mineral logam dan batubara harus ditetapkan dan diatur sebagaimana mestinya, peraturan menteri tersebut yang dimana perubahan ke-3 dari Peraturan Menteri ESDM No.7 Tahun 2017 secara tidak langsung akan membuat investor untuk berpikir dua kali dalam membangun bisnis di dalam negeri terlebih khusus dalam industri pengolahan mineral.
Bagaimana tidak berpikir dua kali, para investor akan menghadapi persoalan dimana kondisi harga pembelian akan di takar, lalu harga penjualan akan terus ditekan, terlebih keuntungan investasi di Indonesia bisa dibilang sudah tidak ada, kemudian Indonesia juga sudah kena anti dumping di beberapa negara seperti China, Amerika, Uni Eropa, dan yang sedang dalam proses India, dan Korea.
Lalu dengan terjadinya hal tersebut siapa yang mau berinvestasi di Indonesia? Belum lagi beberapa ketentuan pemerintah saat ini selalu berubah – ubah.